Nasib Superhero Kita


Hampir gak pernah terpikirkan buat nulis dengan ide ini. Ide yang tiba-tiba muncul saat menyaksikan Pentas Studi Teater Komedi Kontemporer (TK2), salah satu UKM di UIN Maliki Malang (17/3). Seperti biasa, TK2 selalu bisa membawakan cerita dengan gaya khasnya, ngocol tapi nyentil.
Di pentas studi tahunan kali ini, TK2 ngasih judul The Amazing Gatotkaca. Awalnya, kirain cerita akan berkutat dalam area Indonesia zaman pewayangan dan dikaitkan dengan masa kini. Tapi ternyata tidak. Dalam cerita ini, saya ngambil benang merah “Superhero Nusantara Vs Superhero Mancanegara”. Yup. Ini berkisah tentang masyarakat Indonesia yang lebih familiar dengan beragam tokoh superhero ciptaan negara-negara asing ketimbang para superhero buatan pribumi.
Cerita dimulai dengan Superman, Hulk, Naruto, dan Sailormoon yang bangga karena pamornya di Indonesia sangat menanjak. Di sisi lain, Gatotkaca, Joko Sembung (sebenarnya Joko Sembung nih masuk daftar superhero juga gak ya?), Wiro Sableng, dan Saras 008 risau karena posisi mereka semakin tergusur dengan adanya Superman Cs. Strategi demi strategi direncanakan hingga akhirnya tiba saatnya kedua kubu mengadakan duel. Duel yang disepakati dua kubu agar pihak yang kalah segera menghilang dari bumi Indonesia. Hasil akhir, Superman Cs mengaku kalah dan segera angkat kaki dari Indonesia.
Meskipun begitu, kemenangan ini tidak lantas membuat Gatotkaca Cs legowo karena pada kenyataannya, masyarakat Indonesia memang sudah terlalu mengglobal. Embel-embel global, memang terkadang membuat pikiran manusia saat ini berkiblat ke negara lain. Alasannya? Gak hanya ingin terpaku pada sesuatu yang lokal, harus internasional. Bahkan motto “Think Locally, Act Globally” sudah tidak dianut sebagian besar masyarakat. Mungkin motto tersebut sudah direvisi seperti ini “Think and Act Globally”. Segalanya harus serba internasional. Produk-produk yang nempel di tubuh pun harus yang buatan luar negeri. Kelakuan niru manusia barat. Bahasa? Dengan gencarnya produk luar yang masuk di Indonesia juga mendorong masyarakat untuk menambah list bahasa asing yang harus dikuasai. Bisa dibilang, nasib bahasa Daerah dan bahasa Indonesia hampir menyerupai nasib Superhero lokal. Kasihan? Sangat!
Mungkin sebagian masyarakat Indonesia pernah mendengar nama Gatotkaca walau tidak semua mengetahui betul siapa dan seperti apa penokohannya di dunia pewayangan. Tapi, tidak semua masyarakat Indonesia mengenal siapa itu Wiro Sableng, superhero yang sempat populer di awal era 90-an. Salah satu superhero yang agak konyol tapi juga cerdik kalau saya bilang. Nasib Saras 008 hampir sama juga dengan Wiro Sableng, I guess. Saras juga superhero yang populer di era 90-an (zaman hits-nya superhero lokal). Joko Sembung? Saya sendiri masih belum yakin apa iya Mas Joko ini masuk daftar superhero lokal atau tidak. Karena nama Joko Sembung sering dijadikan lawakan via pantun, seperti ini:
Joko Sembung naik becak
Gak nyambung Mbak...
Jadi saya kira (saat mendengar pantun seperti itu), Joko Sembung hanyalah manusia pribumi biasa yang tinggal di daerah terpencil.
Berbicara segini banyak tentang superhero lokal, saya menyadari kalau saya pun tidak terlalu care pada mereka. Apakah mereka masih eksis? Seperti apa penokohan mereka? Karakter seperti apa yang digambarkan oleh penciptanya? Saya juga jadi ingat betapa gilanya saya untuk menonton film serial Spiderman dari awal hingga terkini (sampai harus bela-belain nyari di rental) dibanding mencari episode demi episode film laga Wiro Sableng.
Saya juga jadi sadar, mengapa budayawan Indonesia sangat khawatir memikirkan nasib warisan budaya Indonesia yang semakin hari semakin tergeser. Lha wong generasi mudanya aja kayak saya ini. Generasi yang lebih suka produk modern dan praktis dibanding produk tradisional.
Rasanya, ingin sekali mengenal lagi Indonesia dari awal. Ingin mengenal para superhero lokal hinggal tetek bengek budaya Indonesia lainnya. But, where should I start from?

USA33, 18 Maret 2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Timun Emas: Nenek Gak Sabar, Buto Ijo Gak Ikhlas

Friendship Life [Part IV]

BUKAN UNTUK DIMAKLUMI, TAPI DISADARKAN