Timun Emas: Nenek Gak Sabar, Buto Ijo Gak Ikhlas

Dongeng Timun Mas
Tanggal 1 Desember kemarin, saya menghadiri perlombaan story telling atau dalam bahasa Arabnya taqdim al qishosh di Fakultas Humaniora dan Budaya, UIN Maliki Malang. Karena ini bersifat mono-drama, hanya satu orang saja yang berperan, tentu ada beberapa hal yang harus dikuasai oleh si pencerita. Hanya saja, bukan itu yang ingin saya jadikan inti dari tulisan ini.
Jujur, saya adalah penikmat drama ataupun teater (di panggung). Makanya, pas ada acara serupa yang diadakan Senat Mahasiswa fakultas, saya langsung datang. Saya langsung terpana pada beberapa perwakilan SMA/MA seluruh Jawa Timur yang hadir. They all are so creative! I bet you! :-)
Ada satu cerita yang menarik perhatian saya. Salah satu perwakilan dari Kota Malang mengambil cerita dongeng Timun Emas sebagai pilihan. Siapa sih yang nggak tahu cerita itu? Timun Emas adalah salah satu dongeng yang sering didengar dan bahkan mungkin diingat detil ceritanya oleh orang Indonesia #made in Indonesia 100%#
Friends juga pasti tahu dongeng itu kan?

Cerita Timun Emas berkisah tentang seorang janda renta yang belum dikaruniai seorang anak. Mungkin, saking sabarnya berdoa dan menunggu keajaiban dari Tuhan, si Nenek sampai melewati fase ‘tidak muda lagi’ untuk memiliki buah hati. Apalagi, semenjak suaminya meninggal, keinginan untuk memiliki anak makin tidak mungkin bin mustahil. One day, si Nenek mendatangi satu makhluk di daerah hutan lebat sekitar pegunungan. Makhluk yang digambarkan raksasa itu dikenal sebagai Buto Ijo karena seluruh badannya yang berwarna hijau #ewww... lumutan!
Ada Bayi dalam Timun Emas
Si Nenek meminta tolong pada Buto Ijo agar diberikan anak. Bang Buto sih setuju-setuju aja, tapi karena dia tokoh antagonis, segala kebaikannya pasti mengandung syarat. Ia ingin Nenek berjanji menyerahkan si Anak ketika nanti berumur 17 tahun #masa subur dan cantik! Si Nenek pun setuju dan diberikan bibit timun emas untuk ditanam. Setelah ditanam dan berbuah, Nenek mengambil sebuah timun yang besar dan membelahnya. Ternyata, ada bayi mungil lucu dalam timun itu dan dinamakanlah Timun Emas. Setelah beranjak remaja 17 tahun, Buto Ijo bersilaturrahim ke rumah Nenek untuk menagih janji karena si Nenek tidak tepat deadline. Si Nenek pun kembali membuat janji akan segera menyerahkan Timun Emas. Buto Ijo akhirnya mencoba percaya lagi.
Ealaaah, si Nenek malah memerintahkan Timun Emas untuk lari sejauh-jauhnya dan memberikan Timun Emas beberapa bekal yang nantinya akan berguna dalam masa pelarian itu. Buto Ijo, entah darimana asalnya, mengendus modus kejahatan yang direncanakan Nenek dan memutuskan mengejar Timun Emas. Seperti yang Friends ketahui, dongeng ini diakhiri dengan kematian tragis si Buto Ijo.
Setiap penceritaan dongeng selalu ada pelajaran yang bisa diambil. Begitu juga dengan dongeng Timun Emas.
Jujur saja, saya tidak terlalu mengambil good values dari dongeng ini. Ada beberapa hal yang saya simpulkan dari dongeng ini menurut pemikiran saya.
a.  Dari penokohan Si Nenek
Saya jawab “Iya” kalau ada sebagian Friends yang menjawab si Nenek penuh kesabaran karena rela menunggu untuk mendapatkan anak. Tapi, saya juga ingin mengatakan bahwa si Nenek ‘nggak nrimo’ dengan putusan Tuhan. Walhasil, she broke her patience dengan datang ke Buto Ijo. Menurut saya, dari scene ini, si Nenek mulai tak terlihat sifat sabarnya.
Mendatangi Buto Ijo juga membuat kening saya berkerut. Kenapa harus mendatangi Buto Ijo? Salut sih dengan keberaniannya mendatangi makhluk yang dalam negeri dongeng dikenal sangat kejam. Memang, dalam cerita ini tidak diceritakan dengan pasti si Nenek menganut agama apa. Hanya saja, bukankah sebelum dia memutuskan untuk ke Buto Ijo, Nenek sudah memohon dan berdoa kepada Tuhan? Berarti dia beragama. Rasanya, di penghujung hidupnya, si Nenek tak hanya kehilangan kesabaran, tapi juga kehilangan kepercayaan kepada Tuhan #dalem banget!
Mungkin ada sebagian Friends yang bakalan beranggapan, Nenek sangat optimis dengan mengupayakan segala cara. If that’s your opinion, I’ll let it be :-)
Setelah Timun Emas berusia 17 tahun, si Nenek tidak menyerahkannya kembali pada Buto Ijo dengan alasan terlanjur sayang #ya iyalah, anak! Dalam scene ini, Nenek menunjukkan satu hal lagi yang nggak sreg di hati saya, breaking the promise alias melanggar perjanjian. Bukankah di awal si Nenek sudah berjanji bakalan menyerahkan Timun Emas dalam tenggat waktu yang ditentukan sebagai konsekuensi memohon pada Buto Ijo? Si Nenek bisa saja membatalkan permohonannya kalau dirasa berat, tapi tidak, dia tetap menerima perjanjian itu. Dan akhirnya malah dilanggar sendiri #please deh, Nek!
“Berani berbuat, berani bertanggungjawab”, kayaknya si Nenek tidak memahami kalimat bijak itu. Kalau sudah tahu dari awal untuk menyerahkan anaknya kembali ke pangkuan Buto Ijo, she shouldn’t have asked Buto Ijo for help, right?
b.  Dari penokohan Buto Ijo
Kesalahan utama Buto Ijo dari dongeng ini ialah, nggak ikhlas. Dia dengan senang hati menolong dan mengabulkan permintaan Nenek, tapi senang hatinya itu ternyata ada ‘mau’nya. Pengajuan syarat kepada si Nenek menggambarkan ketidakikhlasannya nolong orang. Mungkin dia merasa rugi kali ya kalau gratisan nolong orang #pfiuuuh.
Kalau dilihat-lihat, sifat Buto Ijo yang satu ini menurun ke manusia jaman sekarang. Seseorang bisa dengan entengnya bilang, “Aku mau bantu kamu nyelesaikan soal ini, tapi ada syaratnya,” #glodhak! Mau tapi bersyarat. Oh manusia... kita bukan Buto Ijo. Harap diingat ya!
Run Timun Emas Run!
Tapi bersyukur, tidak semua orang menjadi titisan si Buto Ijo karena masih ada orang yang baik dan ikhlas nolong sesama ^_^
c.  Dari penokohan Timun Emas
Dalam cerita ini, si Timun Emas adalah korban. Timun Emas ada karena gairah ambisius si Nenek untuk memiliki anak. Nggak cuma itu, dia juga jadi barang rebutan Nenek dan Buto Ijo. Singkatnya, Timun Emas adalah tokoh innocent dalam dongeng ini. Dia tidak tahu apa yang terjadi pra-kelahirannya dalam dunia dongeng itu dan tiba-tiba harus disuruh lari menjauhi si Buto Ijo #kasiaaan.

Friends boleh punya pemikiran tersendiri terhadap hikmah dari dongeng Timun Emas karena yang tertulis di sini hanyalah hasil lamunan saya. Untung saja, kita bebas berpendapat, jadi sepertinya saya juga tidak akan diprotes hehehe.
Dongeng dan segala seluk-beluk serta pelajarannya memang harus dikenalkan kepada generasi-generasi saat ini. Ya, bisa juga kita tambahi cerita-cerita agama menurut kepercayaan masing-masing. Hanya saja, dongeng kan warisan leluhur Indonesia. Kalau nggak dikenalkan ke manusia-manusia Indonesia, bisa-bisa suatu hari sudah diserobot sama negeri tetangga yang sukanya main serobotan itu #uuups..!!

Sabtu, 3 Desember 2011

Komentar

  1. timun emas bukan korban, tapi gadis yang realistis dan beruntung:
    1. sejak kecil dibesarkan oleh nenek yang sangat mencintai dia, yang mengininkannya bahkan sebelum dia lahir, dibandingkan gadis desa lain yg lahir karena 'pasangan yg nikah hrs punya anak'-teori.
    2. dia bisa saja memilih utk 'pasrah' dan tidak lari dari butoijo, tapi dia memilih utk berjuang, jadi timun mas adalah pejuang bukan korban.
    kalau kita liat dari perspektif lain, kita bisa melihat orang sebagai korban atau pejuang.
    keep on writing ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah menarik sekali komen sekaligus pemikiran dari Anda, sayang tidak meninggalkan alamat blog atau identitas lain sehingga saya juga tdk bisa membaca tulisan anda yg pastinya lebih bagus dari saya^^
      Terima kasih, I'll keep writing!

      Hapus
  2. Permisi mbak admin atau pemilik blog, maaf saya mau minta izin buat pake gambar yang cationnya "Run Timun Emas Run!" boleh ga? Terima kasih

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Friendship Life [Part IV]

BUKAN UNTUK DIMAKLUMI, TAPI DISADARKAN