AKAD NIKAH VIA VIDEO CALL (?!)
Sebenarnya ini tulisan lama yang sudah pernah di-post di uin-blog (komunitas blogger UIN Maliki Malang). Karena belum pernah terpajang di blog ini, saya ingin menambahkan saja^^
.......ooo......ooo.....
KD8, 8 Maret 2011 Note: Thanks a lot to Gus Isyroqunnajah for the great explanation :-)
.......ooo......ooo.....
Jangan salah paham dulu ya saudara-saudara. Saya menulis ini bukan karena ingin atau udah kebelet banget untuk nikah sampai harus bela-belain melangsungkan akad nikahnya pake fasilitas 3G segala. That’s not totally what I wanna share here.
Tiba-tiba saja terpikir untuk membagi apa yang saya dengar dari kelas ta’lim kitab Bulughul Maram bersama Gus Isy.
Seperti biasa, tiap Senin malam habis berjamaah Sholat Isya’ di Masjid Ulul Albab, yang ada di kawasan mabna putri, UIN Maliki Malang, ada Madin Bulughul Maram. Bab yang dibahas dimulai dari Bab Pernikahan, berdasarkan kesepakatan teman-teman +_+ #Mungkin udah pada kebelet nikah#Kemarin malam, kebetulan membahas suatu hadits dari ‘Uqbah ibn ‘Amir yang bunyinya begini:
إنّ أحقّ الشروطِ أنْ يُوفّى به ما اسْتحللْتم بهِ الفرُوجَ. (متفق عليه)
Artinya gimana ya #loading dulu# soalnya pas diartiin kemarin agak membingungkan. Jadi, kira-kira begini artinya,”Bahwasanya segala macam persyaratan yang wajib (nggak boleh kelewat) ditunaikan adalah persyaratan yang berhubungan dengan penghalalan alat kelamin #sensor!#” Yang dimaksud di sini, tentu saja, kalian udah bisa nebak ya? Mana lagi ada penghalalan persetubuhan antara pria dan wanita kecuali melalui sebuah pernikahan yang khidmat dan mengharukan #so sweet!# Hmm.. keliatan banget yang nulis juga mikir nikah :-)
Kira-kira penjelasan dari Gus Isy seperti ini; pernikahan itu kan sakral banget dan insya Allah sekali seumur hidup (terkecuali bagi yang mau poligami lho ya?). Disebut sakral karena pernikahan itu bukan sekedar untuk mendapat lisensi penghalalan persetubuhan. Pernikahan itu lebih rumit dari yang dibayangkan. Selain sebagai suatu penyempurnaan setengah diin (agama), pernikahan itu juga menyambung dua kubu keluarga yang, biasanya, totally different. Pernikahan juga merupakan suatu babak baru bagi kehidupan setiap orang karena ia harus mulai belajar berbagi dengan rabne bana di jodhi-nya, penyatuan karakter, dan sebagainya #wah kayaknya sok tau banget ya :-)
**teman-teman yang udah nikah boleh nambahi kok**
Nah, karena saking sakralnya ini, pernikahan mempunyai beberapa persyaratan yang harus bin wajib dipenuhi terlebih dahulu (a.k.a. rukun nikah). Rukun nikah sebenarnya simple saja kok (bagi yang benar-benar niat nih ya); ada mempelai pria juga mempelai wanita, terus ada pengucapan ijab qabul #semacam serah terima gitu deh# antara calon suami dan wali mempelai wanita :-)
Kalau rukun-rukun ini belum terpenuhi seluruhnya.. Eiits.. jangan coba-coba melangsungkan pernikahan. Kenapa? Dibaca lagi deh hadits yang tadi saya tulis. Pokoknya, kata Gus Isy, persyaratan sekecil apapun itu harus dipenuhi terlebih dahulu, saudara-saudara. Jangan asal kebelet terus ditunda pemenuhan persyaratannya #Ooo.. tidak bisa!#
Misalnya kalau ada yang nanya, “Gimana kalau walinya nggak ada trus diganti sama bapak-bapak tetangga sebelah yang emang udah dianggap seperti keluarga?” Hmm.. dianggap sebagai keluarga itu kan beda banget sama keluarga biologis tho?? Lagian, untuk masalah perwalian, seingat saya, pas belajar fiqh di Madrasah Aliyah, ada tingkatan-tingkatannya; dari Ayah mempelai wanita, beruntun sampai ke wali hakim. Nggak ada tuh di tingkatan itu yang menyatakan bapak-bapak tetangga sebelah rumah bisa jadi wali nikah mempelai wanita @_@
Yang perlu diingat adalah, jangan sampai ada penyederhanaan persyaratan dalam soal pernikahan. Ya kayak yang mau nyomot bapak-bapak tetangga sebelah jadi wali nikah gitu deh. Takutnya, karena nyepelein dan nyederhanakan rukun nikah, masa kehidupan pernikahannya pun jadi sederhana banget alias singkat (belum apa-apa udah cerai, na’udzubillah).
Lha terus, apa hubungannya sama judul yang saya tulis ya? Ini ada kaitannya dengan cerita Gus Isy tentang musyawarah para ulama’. Alkisah #siap-siap tidur ya? Mau didongengi nih# ada sekumpulan ulama’ yang membahas tentang sah atau tidaknya melangsungkan akad nikah via video call. Kan jaman sekarang serba enak gitu ya. Gadget-gadget yang diciptakan oleh para ilmuwan memungkinkan terjadinya keadaan yang tidak mungkin dilakukan pada jaman Rasulullah SAW. Misal: akad nikah pake layanan video call #Ya iya laah.. dulu Rasul kan belum punya ponsel :-) mau kirim kabar aja harus pake jasa kurir yang manual banget kok.
Lanjut ceritanya...
Pertemuan para ulama’ itu akhirnya menemukan jalan buntu. Di sisi lain, video call bisa saja sudah direkayasa tapi di sisi lain toh kalau lewat video call mempelai pria dan wali nikah sama-sama bisa bertatapan (walau bertatapan dengan wajah yang tercetak di screen ponsel sih). Nah, ketika perdebatan itu buntu, datanglah seorang ulama yang namanya sudah tak asing lagi, Gus Dur (bukan hantunya lho ya? Ini di masa beliau masih hidup). Maka terjadilah dialog (more or less) seperti ini:
Ulama : Gus, bagaimana ini permasalahan yang kami bahas belum ada pemecahannya. Kami sedang membahas sah atau tidaknya akad nikah lewat video call.
Gus Dur: (mengambil microphone) Gitu aja kok repot! Akad nikah lewat video call tetap sah.
Para ulama: !#&^@#%$#@%%$^%*^%# (Ini maksudnya mereka kisruh karena pernyataan Gus Dur; mungkin sebagian besar tidak sependapat)
Gus Dur: Eh jangan kisruh dulu, masih ada lanjutannya. Akad nikah lewat video call sah asalkan nanti kalau jima’ (bersetubuh) juga lewat video call.
Para ulama: Grrrrrrrrrrrrr....!!!
#Ada-ada aja deh!#
Mana bisa gitu-gituan di depan ponsel atau laptop hwahahaha ^_^
Bagi pembelajar bahasa (khususnya linguistik), pernyataan Gus Dur itu bisa dianalisis lewat teori implicature (Discourse Analysis). Artinya, pernyataan tersebut tidak benar-benar menggambarkan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh Gus Dur. Secara implisit, beliau pun tidak membolehkan akad nikah via video call. Alasannya, just like what Gus Isy said, video call belum tentu orisinil. Bisa jadi sudah direkayasa beberapa waktu sebelumnya dengan animasi atau perangkat-perangkat penipu lainnya.
Kenapa harus video call sih kalau bisa ketemu langsung dan disaksikan oleh beberapa pasang mata. Bukankah lebih khidmat dan mengharukan ^_^ kalau bisa mengucap ijab qabul sambil bergenggaman erat? :-) Kalau emang udah niat nikahin orang, ya datang aja langsung. Nggak usah sok sibuk sampe hari H pernikahannya aja harus lewat layar ponsel atau laptop. Bagi para wanita, kalau calon suaminya besok minta akad nikahnya lewat video call, mending secara tegas langsung bilang, “Akad nikah aja sama tembok!!” ^_^
Komentar
Posting Komentar