SATURATION

Saya ingat lagunya Rio Febrian yang sempat booming di masa-masa SMA (sekitar 2004-2005 kalau nggak salah). Liriknya begini:
Ternyata hati tak bisa berdusta//Meski ku coba tetap tak bisa//Dulu cintaku banyak padamu//Entah mengapa kini berkurang
Maaf ku jenuh padamu//Lama sudah ku pendam, tertahan dibibirku//Mau ku tak menyakiti//Meski begitu indah, ku masih tetap saja... jenuh
Tahukah kini kau kuhindari...

            Hmm.. tentang kejenuhan seseorang akan kekasihnya. Saya yakin semua orang pernah merasakan kejenuhan atau kepenatan. Entah itu jenuh kepada seseorang atau sesuatu. Saya kira itu wajar-wajar saja. Semua orang yang terlalu sering bertemu dengan kekasihnya, misalnya, bisa merasakan kejenuhan #Masa’?!# Kalau kalian pikir itu impossible, nggak mungkin kan pencipta lagu nulis lagu Jenuh yang dinyanyikan Rio Febrian? #Hayoo!!# Ada juga seseorang yang mungkin telah sepuluh tahun bergulat dengan dunia kerjanya, suatu saat ia pasti ada di titik jenuh dan ingin mencoba hal lain. Contoh lain, anak kecil yang merasa jenuh dibelikan mainan yang sejenis oleh orang tuanya. Yakin deh kalau udah jenuh, tuh mainan nggak bakalan disentuh, ada juga dia teriak, “Mamaaa... adek nggak mau boneka lagi!”. Anak kecil kan selalu jujur sama perasaannya.
            Saya pun pernah merasa jenuh. Bahkan, ketika menulis tulisan untuk blog ini pun saya sedang berada di puncak kejenuhan. Kejenuhan akan aktivitas yang saya pilih sendiri. Sebenarnya nggak habis pikir, kok saya bisa jenuh sama sesuatu yang jelas-jelas saya pilih sendiri. Apa saat memilihnya saya tidak berpikir sampai matang ya? Saya yakin bukan hanya pemikiran yang setengah matanglah penyebab kejenuhan ini. Mungkin ada hal lain tapi saya belum menemukannya.
            Kejenuhan yang saya alami berkisar antara aktivitas yang sama yang saya geluti berulang-ulang. Dalam aktivitas ini, saya dituntut untuk tidak boleh jenuh atau bosan sekalipun. Karena, ketika saya jenuh, saya akan melakukannya dengan setengah hati ataupun tanpa hati. Tapi apa daya, semakin saya memendam kejenuhan ini, hati saya semakin keras berontak dan berteriak, “Aku jenuh! Wanna do something else!” Dan, hal selanjutnya yang saya lakukan ialah hanya berdiam diri dan menangis #OMG!# Saya tidak tahu lagi cara lain untuk menghilangkan kejenuhan yang sudah berakar ini. Berakar? Terkesan keterlaluan sekali, memang, tapi itulah yang saya rasakan. Tingkat kejenuhan ini benar-benar memuncak saat ini.
            Seandainya, saya diberi pilihan untuk melakukan aktivitas lain untuk mengurangi kejenuhan yang saya rasakan, saya tidak yakin apa itu. Saya tidak yakin apa saya tahu cara lain untuk menghibur hati saya yang berontak. Mungkin orang lain tahu, but I don’t know at all. Maybe, you wanna tell me something?
            Saat ini, saya mencoba untuk meredam rasa jenuh yang muncul di saat yang tidak tepat ini. Caranya? Ya dengan menulis ini. Setidaknya menulis merupakan obat terampuh saya untuk segala macam rasa; jenuh, sedih, bahagia, fall in love, benci, bahkan di saat saya merasa ingin menonjok dan membunuh orang #Lho!?# Ha..ha..ha..ha.. #Wah, saya sudah bisa tertawa#

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Timun Emas: Nenek Gak Sabar, Buto Ijo Gak Ikhlas

Friendship Life [Part IV]

BUKAN UNTUK DIMAKLUMI, TAPI DISADARKAN