Catatan Pagi
6:52 am
Menulis ini sambil nunggu nasi matang di dapur kosan. Juga sambil
memikirkan, dengan bumbu yang tidak saya dapat secara komplit, hari ini saya
mau masak apa? Saat ini, pikiran saya bukan lagi, “Saya mau makan apa?” tapi
sudah ke arah, “Saya mau masak apa?”
Bagi saya, sekarang, dua hal itu sangat jauh berbeda. Jika pertanyaan saya
masih seputar, “Saya mau makan apa?” berarti saat itu saya ada dalam konteks,
memiliki uang berlebih dan ingin memuaskan keinginan nafsu makan saya yang
selalu picky. Bisa saja saya tidak memilih tempe sebagai lauk. Bisa saja
saya memilih lauk yang wah dan mahal, pastinya. Dan itu juga berarti, saya akan
menghabiskan sekitar Rp. 5.000 sampai Rp. 6.000,- per bungkus.
Jika pertanyaan
saya adalah, “Saya mau masak apa?”...
Sebentar..
sebentar..
Saya mau nengok
progres kematangan nasi yang saya masak di dapur.
...
Oke lanjut
Jika pertanyaan
saya adalah, “Saya mau masak apa?” Saya sudah memasuki tahap berpikir yang jauh
lebih mendalam dan penuh pertimbangan. Yup. Karena status saya yang sudah bukan
mahasiswa dan murni sebagai orang yang bekerja, segala hal yang membutuhkan
pengeluaran uang, pastinya, melalui pertimbangan yang sangaaaaat mendalam.
“Penting gak
kalau beli ini sekarang?”
“Saya butuh ini
atau tidak?”
“Ini belinya
karena emang butuh atau cuma pengen-pengen saja?”
And many other
questions passing through my mind...
No. Saya tidak termasuk manusia pelit, sodara-sodara. Jangan salah sangka.
Saya bisa saja menjadi seorang yang generous ke beberapa orang yang saya
anggap patut dibantu. Saya menggolongkan diri saya sebagai orang yang penuh
pertimbangan. Saya cukup bangga sekaligus tidak bangga kepada penggolongan diri
saya ini.
Bangga karena itu artinya saya bukan termasuk orang yang menuruti hawa
nafsu dan wara-wiri sana-sini hanya untuk membeli hal-hal yang tidak penting,
yang tidak saya butuhkan.
Tidak bangga karena saya jadi lebih sering menghabiskan tenaga hanya untuk
berpikir hal-hal yang bagi sebagian orang so easy to think. Saya juga
jadi terlalu selektif untuk hal-hal yang saya beli walau saya tidak suka
hasilnya. Saya pun semakin merasa the so-called ‘sumpek’ karena
memposisikan diri sebagai self-manager. Segalanya harus serba diatur. #Pfiuuuuh...
Anyway, I
always take some benefits from my condition.
Saya anggap ini adalah persiapan saya untuk menuju step yang lebih
tinggi, yang pastinya lebih membutuhkan tingkat berpikir yang benar-benar
matang. Saya anggap ini adalah persiapan menuju kehidupan yang lebih baik. Saya
anggap ini sebagai proses menuju kedewasaan (a really mature woman).
Saya anggap ini sebagai langkah menjadi seseorang yang independen. Saya anggap
ini sebagai latihan jika kelak saya menjadi bagian dari keluarga baru alias
menjadi istri sholihah.
Amin.
Kamar Kos, 31 Oktober 2012
7:18 am, nasi saya sudah matang. Let’s have breakfast!
Asseekk...
BalasHapusSaya juga berpikir, hari ini masak apa?
#sambil nengok isi kantong..
Cieee... si coy masak juga di pondok baru??? asek-asek... semoga hasilnya gak sehancur masakan saya hahaha
Hapuspngn hidup hemat!!!!
BalasHapusmakanya jangan makan sateeeeee aja... di Rembang gak ada sate makanya di Malang makan sate terus huhuhuhu
Hapus"Dan itu juga berarti, saya akan menghabiskan sekitar Rp. 5.000 sampai Rp. 6.000,- per bungkus."
BalasHapusberuntungnya hidup di malang..di jakarta mana dapat makanan enak dengan harga segitu.....huhuhu... T_T
Hidup Malang!!! #hadduuuh
Hapus