The Innocence 10 Days
![]() |
My Class in TK-YGA |
Tanggal 9-19 Februari 2011 menjadi hari yang nano-nano bagi saya. Nano-nano? Ya, masih ingat iklan permen Nano-Nano di televisi kan? Jargonnya seperti ini, “Manis asem asin, rame rasanya.” Itu juga yang saya rasakan selama kurun waktu 10 hari.
10 hari menjalani program pengabdian masyarakat (dimasy) di sebuah yayasan di Kelurahan Jatimulyo, Yayasan Gasik Amal. Yayasan ini memiliki Busthanul Athfal (BA [terdiri dari TK dan Playgroup]) dan Taman Pendidikan al Quran (TPQ). 10 hari itu mencicipi profesi yang di luar bayangan saya sebelumnya, menjadi guru TK. Mungkin bagi beberapa teman dekat akan mengatakan, “Kamu bisa ya?” Wajar kalau ada pertanyaan seperti itu. Karena kepribadian saya yang memang jauh dari cocok menjadi seorang guru TK.
10 hari itu saya mencoba menekan segala keakuan, keangkuhan, kemarahan, dan juga pemikiran saya sebagai mahasiswa. 10 hari itu saya mencoba menjadi sebuah pribadi yang, yaaa bisa dibilang, agak baru. 10 hari penuh kesabaran, ketelatenan, dan penuh perhatian. 10 hari itu saya juga berusaha membaur dengan manusia-manusia yang tingginya beberapa centimeter dibawah saya J Melakukan senam pagi dengan gerakan yang lucu dan sangat sederhana, meneriakkan yel atau tepukan khas BA Arafah.
10 hari itu juga tangan kanan saya penuh dengan kecupan dari bibir-bibir polos siswa-siswa BA yang bersalaman dan berhamburan ketika kaki saya baru melangkah memasuki gerbang. Penuh haru? Yeah, you can say that. 10 hari itu nama saya mempunyai embel-embel “Bu” di depan J terasa asing di telinga tapi sangat menikmati ketika manusia-manusia polos itu yang memanggilnya.
10 hari itu saya merasakan bagaimana susahnya dulu guru-guru TK saya mengajarkan membaca dan menulis. Rasanya hampir kehilangan seluruh tenaga karena otak berpikir, “Bagaimana ya cara mudahnya biar mereka bisa cepat baca?” Tapi, memang tidak mungkin bisa cepat seperti sambaran kilat, harus tahap demi tahap. 10 hari itu saya mencoba mengingat bagaimana dulu saya belajar membaca dan menulis. Tapi sia-sia, karena memori yang tersimpan dalam otak saya tentang kenangan TK hampir musnah digantikan dengan hal-hal yang baru.
10 hari itu saya bisa tersenyum bahkan tertawa sendiri mendengar celotehan polos mereka. Pernah suatu saat saya menanyakan, “Cita-citanya adek-adek apa sih? Mau jadi apa kalau udah besar?” Tentu saja celotehan dari bibir mereka beragam, khas anak TK. Ada yang mau jadi dokter, polisi (karena beberapa menit sebelumnya baru saja menyanyi Pak Polisi), dan guru. Tapi, tiba-tiba saja, ada satu murid bernama Sasa mengatakan dengan polosnya, “Bu, Sasa.. Sasa.. mau jadi kupu-kupu.” #Glodhak!
Seandainya dia teman seumuran saya, mungkin kepalanya udah kena jitak. Tapi karena yang mengucapkan adalah seorang Sasa yang baru 4 tahun ada di dunia, saya hanya bisa tertawa. Tentu saja, Sasa hanya melongo melihat saya tertawa. Tetapi kemudian saya bilang, “Iya nggak apa-apa. Kupu-kupu kan cantik ya Sasa?” sambil memegang pipi lembutnya. Sasa pun tersenyum senang (merasa cita-citanya untuk menjadi kupu-kupu mendapat dukungan) @_@
Lain waktu, saya juga sempat merasakan kemarahan yang hampir meluap. Saat itu saya sedang menjelaskan tentang macam-macam pekerjaan. Entah kenapa, ada satu murid yang, saat itu, pikirannya sedang berkelana. Jadi sepanjang saya menjelaskan, dia asyik dengan khayalan dan suara berisiknya. Teman-teman di dekatnya pun kena sasaran khayalan, dipukul bahkan diajak bergabung dalam permainan khayalan. Bahkan ia juga berlari keluar kelas dan menuju kelas sebelah. Sudah diperingatkan berkali-kali, tetap saja dia tidak mau mengerti. Saya hanya berpikir, “Apa dia pikir saya ini orang tersabar di dunia?” Tentu saja, saya tidak mungkin memarahi dia. Dengan mengesampingkan kemarahan, saya menuju kearahnya dan mendudukkan dia dengan menatap semi tajam dan halus, “Lima, nggak boleh nakal lho ya?” #Gubrak! Kenapa saya harus diuji oleh manusia kecil bernama Panglima ini, Ya Allah J
Sulitnya mencoba berbaur dengan manusia-manusia kecil itu juga sempat membuat saya frustasi. Bagaimana caranya menyederhanakan kata-kata saya agar bisa dimengerti mereka. Terkadang kosa kata yang biasa dipakai dalam presentasi di depan kelas keluar dengan indahnya, tanpa sadar kalau mereka tidak paham. Di saat kebingungan itu pula saya mulai berpikir setiap akan memasuki kelas atau saat akan menjelaskan hal-hal sederhana dengan kalimat yang sederhana pula. Bahkan, secara tak disadari, saya pernah merasakan kaki dan tangan bergetar saat akan memasuki ruangan kelas. Mungkin karena pengalaman ini benar-benar di luar nalar saya sebelumnya ya?
Banyak yang saya pelajari dari kepribadian siswa-siswa TK itu. Satu-satunya yang selalu saya ingat ialah, kepercayaandiri yang tinggi. Ya, mereka masih kecil tapi self-confidence mereka melampaui orang dewasa. Setiap kali saya mengajukan pertanyaan, mereka selalu mengangkat tangan untuk mencoba menjawab. Walaupun, pada saat ditunjuk mereka hanya melongo dan sama sekali tidak menjawab pertanyaan. Bukankah yang penting PD? Percaya kalau sebenarnya mereka bisa. Tidak ada perasaan minder. Pada saat pembagian hadiah pemenang lomba misalnya, ada anak yang tidak dipanggil namanya tetapi tetap maju dengan PD yang sangat tinggi. Karena tidak mungkin diusir, akhirnya souvenir cantik pun diberikan untuk menghargai ke-PD-annya itu J
Rasanya, saya tidak ingin menukar memori dan segala mementos yang saya dapat di waktu 10 hari ini. 10 hari yang membawa saya ke dunia baru dan karakter baru. 10 hari yang, barangkali, menggali jiwa keibuan yang ternyata saya miliki (walau masih dalam tahap perkembangan sih!) J Love ya, kids!
Komentar
Posting Komentar